Ini cerita tentang aku. Aku seorang --- tidak, sepertinya kata
‘seorang’ tidak tepat --- aku sebuah benda yang disukai banyak orang,
namun juga dibenci orang. Orang-orang yang menyukaiku berkata aku enak,
dan tidak mengganggu. Sementara orang-orang yang membenciku, berkata aku
sangat mengganggu.
Kau pasti tahu siapa aku. Aku adalah
sebuah benda yang biasa kalian jumpai. Kau bisa menemukanku di jalan,
saat perjalanan pulang, bahkan mungkin, ada anggota keluargamu pun
menggunakan aku. Sepertinya, aku benda yang tak asing bagi kalian.
Menurutmu, aku benda yang mengganggu? Pasti sebagian besar mengatakan
itu, aku yakin.
Orang-orang bisa menikmatiku setiap saat.
Pagi, siang, malam. saat minum kopi, bersantai, nongkrong, pokoknya
kapan saja mereka bisa. Bahkan, mereka bisa menghabiskan
berbungkus-bungkus untuk menikmatiku. Padahal, hargaku termasuk mahal.
Bayangkan, bila kau membeliku seharga Rp.2000,- , kau hanya mendapat 3
buah diriku. Itupun hanya habis beberapa menit. Bila kau membeliku, kau
bisa rugi. Tapi anehnya, masih banyak yang menyukaiku.
Sebenarnya,
aku kasihan pada orang-orang yang menyukaiku. Tahukah kau, sebenarnya
aku perusak organ tubuh manusia? Kalian pasti sudah tahu. Banyak iklan
yang menjual diriku, mencantumkan dampak-dampak apa saja apabila kau
menggunakan aku. Tapi yang bikin pusing, mereka tetap menjualku.
Sudah
banyak alat-alat canggih, yang berguna untuk menggantikanku. Ada yang
terbuat dari herbal, bahkan ada yang bisa diisi ulang. Wah, pokoknya
canggih sekali. Mereka berfungsi untuk mengurangi kebiasaan orang yang
menggunakanku, bahkan menghentikan. Mereka tidak menyebabkan candu. Tapi
tetap, orang-orang tidak mau. Mereka sudah kecanduan diriku. Mereka
tetap memakaiku.
Kau tahu, bagaimana cara orang untuk
menikmatiku? Kau pasti sudah tahu. Aku harus dibakar. Ya, dibakar.
Rasanya, uh, sakit sekali. Aku dibakar dari atas, tubuhku makin lama
makin pendek karena terbakar, lama kelamaan hangus, lalu aku mati,
dibuang, setelah itu diinjak. Uh, mungkin inilah pepatah “ Sudah jatuh,
tertimpa tangga”. Kalau untukku, “ Sudah dibakar, diinjak pula”.
Mungkin, ini sudah menjadi takdirku. Atau, ini balasan setimpal untukku,
karena sudah menyakiti manusia.
“ Hei, aku disuruh membakarmu. Kau tidak apa-apa, kan?” tanya korek api padaku, suatu hari.
“ Tidak apa-apa. Aku sudah siap.”
“ Tapi nanti, kau sakit.”
“
Tidak apa-apa, kok. Sudah tugasku. Ayo cepat, nanti apimu keburu mati.
Dan, kau harus dipencet-pencet, berkali-kali lagi, lebih sakit loh.”
“
Ya lebih sakit kamu, lah. Dipencet-pencet, sih, udah biasa. Tapi kamu?
Udah dibakar, terus mati, dibuang, diinjek lagi. Kau yakin?”
“ Iya, ayo cepat. Tuh, kan, apimu mati.”
Masih
ada yang menyayangiku, selain orang yang menyukaiku. Sahabatku, Korek
Api, selalu mengkhawatirkanku. Dia tidak tega untuk menyakitiku. Tapi,
itulah tugasnya. Membakarku. Dia selalu menjalani tugasnya, meski harus
menyakitiku. Tapi tak apa, aku terima.
Aku ingin jujur pada kalian, tapi kalian jangan bilang siapa-siapa, ya?
Sebenarnya,
aku benci pada diriku. Aku telah menyusahkan banyak orang. Banyak orang
yang mati, karena aku. Banyak orang yang mengidap penyakit serius,
karena aku. Aku sangat, sangat, sangat benci pada diriku. Aku ingin
berubah menjadi benda yang lain, yang tidak merugikan banyak orang,
tidak membuat orang sekitar tidak nyaman. Kadang aku bingung, apa
fungsinya diriku? Aku hanya punya kekurangan, tak ada sama sekali
kelebihan.
Aku sudah berkali-kali berdoa pada Tuhan, aku
ingin berubah menjadi yang lebih baik. Aku terus berdoa, terus berdoa,
hingga aku lelah. Namun, Tuhan berkehendak lain. Tuhan ingin aku menjadi
wujud yang sekarang. Ah, sudahlah. Jika Tuhan mengharuskanku menjadi
seperti ini, mana mungkin aku bisa mengelak?
Yah, itu
sepenggal kisah dari kehidupanku. Eh, dari tadi aku cerita, curhat
tentang hidup aku pada kalian, tapi kita belum kenalan, ya?
Baiklah, baik. Akan kuperkenalkan diriku.
Namaku... Rokok.
Namamu, siapa?
(aaahhh... sudah, tak penting. Lewat saja!)
Salam kenal, yah.
Aku
sudah merusak paru-paru sebagian manusia, menyebabkan kanker paru-paru,
mengubah warna bibir menjadi ungu, padahal, kan, harusnya warna merah
muda. Aku juga sudah membuat gigi kuning, sangat kuning.
Banyak
anak-anak yang tidak bersalah, menjadi korbanku, karena mereka
menghisap asapku yang sangat berbahaya. Aku sudah merusak lingkungan,
karena pabrik tempat membuatku sudah membutuhkan lahan yang luas,
sehingga harus menebang pohon di hutan. Selain itu, asap yang aku
keluarkan makin merusak ozon, yang sebelumnya memang sudah rusak. Huh,
banyak ya, dosaku?
Aku mohon, maafkan aku. Aku tidak ingin menjadi begini, setelah tahu apa yang kuperbuat. Maafkan aku... ini bukan keinginanku...
Bandung, 17 November 2011.
( Rizka Rahmania Yusuf Kelas 8 / 2011-2012)
0 komentar:
Posting Komentar