Seperti biasa, Raza, Debi dan Lili bermain ke lapangan dekat rumah
mereka. Biasanya mereka bermain petak umpet, boy-boyan, dan lainnya.
Tapi kali ini lain, mereka dan teman-temannya akan mengobrol sesuatu,
tapi saat teman-temannya ditanya oleh Raza, mereka malah bilang,
“ Nanti aja ya, biar kejutan” kata Kaka, salah satu teman mereka.
Sesampainya di lapangan, Raza, Debi dan Lili langsung bergabung dengan yang lainnya.
“ Ada apa sih? Bikin penasaran aja” kata Lili.
“ Gini nih, kalian semua tahu kan, rumah nenek Dina yang serem itu?” tanya Ahmad.
“ Tahu dong, kan semua orang lagi pada ngomongin” jawab Debi.
“ Tahu nggak, katanya, disana tuh selalu ada yang aneh-aneh! Contohnya,
pas malem, suka ada suara orang lagi nangis, tertawa, marah, ada juga
suara orang kayak lagi disiksa!” kata Nena.
“ Itu kan masih pake ‘ katanya’, jadi belum tentu bener!” kata Raza.
“ Kalau nggak percaya, buktiin aja sendiri!” jawab Nena.
“ Oke, aku bakal buktiin, bener nggak yang kalian omongin itu!” kata Raza,
“ Raza! Kamu udah gila apa, udah tahu rumahnya nenek Dina serem begitu!
Malah mau masuk!” kata Vaza yang dari tadi diam saja.
“ Iya Raza, kamu ini bagaimana sih, mau ke rumah nenek Dina nggak
ngajak-ngajak!” celetuk Lili, “ Aku juga mau ikut, tahu!”
“ Dasar orang aneh! Yang lain pada nggak mau, ini malah mau!” kata Wiwid. Lili nyengir.
“ Oke, selain Lili, siapa lagi yang mau? Acungkan tangan!” tanya Raza.
Lalu ada yang mengacungkan tangan, semuanya menoleh, ternyata...
“ Hah? Nggak salah nih? Si penakut mau ikut?” ejek Kaka pada Debi. Debi
memang dikenal paling penakut diantara teman-temannya.
“ Aku nggak penakut! Kalau aku penakut aku nggak bakalan ikut!” seru Debi.
“ Oke, bagi yang mau ikut, kita kumpul di depan rumah nenek Dina pukul
21.00 tepat! Tidak boleh ada yang terlambat!” kata Raza. Debi dan Lili
mengangguk. Lalu semuanya pun bubar.
Malam harinya, pukul 21.00...
“ Debi, kamu udah bawa peralatan apa aja?” tanya Raza.
“ Senter dan jaket” jawab Debi singkat.
“ Hanya itu?”
“ Ya. Ngapain bawa banyak-banyak, kan nggak menginap”
“ Oke. Lili, kamu bawa peralatan apa saja?”
“ Hmm... senter, jaket, dan permen”
“ Untuk apa bawa permen?” tanya Debi.
“ Kalau aku lapar, dan tidak ada makanan, aku makan permen aja” jawab Lili.
“ Tunggu, dari tadi kamu nanya kita bawa apa, kamu sendiri bawa apa?” tanya Debi pada Raza.
“ Oh, aku bawa senter, jaket, dan coklat” jawab Raza.
“ Yah, cuma aku yang nggak bawa makanan” kata Debi.
“ Tenang aku bawa permennya 2 bungkus, mau satu?” tawar Lili. Debi mengangguk.
“ Oke, kita mulai misinya. Kita memanjat pagar dulu, lalu masuk ke
rumah nenek Dina pelan-pelan, kita cari sumber suara yang kata Nena tadi
sore, setelah itu pulang” jelas Raza.
“ Cuma itu? Nggak berpetualang dulu? Misalnya ke ruang rahasia nenek Dina?” tanya Lili.
“ Yeee... kita mana tahu ruangan rahasianya nenek Dina! Ya udah, yuk
mulai misinya!” kata Raza. Raza dan Lili mulai memanjat pagar. Sementara
Debi diam saja sambil memencet-mencet tombol untuk menyalakan senter.
“ Hei, kenapa kamu diam saja? Ayo, mulai manjat pagar!” kata Lili.
“ Nanti deh, aku nyusul, senterku nggak mau nyala, kalian duluan aja
sana” kata Debi sambil mencoba menyalakan senternya. Sementara Raza dan
Lili sudah ada di halaman rumah nenek Dina. Tapi ditunggu-tunggu, Debi
tidak datang juga. Mereka pun mulai kesal.
“ Katanya Debi mau nyusul, tapi kok nggak datang-datang?” kata Lili.
“ Mungkin... dia kabur!” tebak Raza. Mereka langsung memanjat pagar
lagi untuk melihat keluar halaman rumah nenek Dina. Ternyata Debi masih
mencoba menyalakan senternya.
“ Aduuuh...! Dari tadi
masih nyoba nyalain senter! Nggak usah dinyalain, senternya bareng aja!
Ayo cepet manjat!” kata Lili. Debi pun menyimpan senternya, lalu mulai
memanjat. Tetapi, belum Debi masuk ke halaman rumah nenek Dina, ia
mendengar suara orang menjerit, dan ia sangal mengenal suara tersebut.
Ia terus memanjat pagar rumah nenek Dina yang tinggi, lalu melihat ke
halaman, ternyata... Raza dan Lili diculik oleh 2 pria!
“ Hah! Raza dan Lili diculik! Aduh, aku harus berbuat apa? Ah, aku
lapor ke pak RT aja!”. Debi langsung turun pagar dan berlari ke rumah
pak RT.
Sesampainya di rumah pak RT...
“ Assalamualaikum! Pak RT! Pak RT!” seru Debi sambil menetuk pintu rumah pak RT. Pintu pun dibuka.
“ Waalaikumusalam, ada apa Debi, kok panik gitu?” tanya pak RT ramah.
“ Itu... i...itu... Raza sama Lili di culik!” jawab Debi.
“ Apa! Diculik dimana?” tanya pak RT.
“ Di... di rumah... nenek Dina!”. Pak RT langsung menelepon polisi.
Sementara itu, di rumah nenek Dina...
“ Eh, enaknya kita apain nih anak?” kata Jo, yang menculik Raza dan Lili.
“ Bunuh aje!” jawab Jack, teman Jo.
“ Jangan, gue kagak mau ditangkep polisi mulu, dah bosen gue! Emang lu kagak bosen, dikejar mulu?” tanya Jo.
“ Iye juge ye, trus, diapain? Ape dibiarin aje, ntar kelaperan mati sendiri!” usul Jack.
“ Ide lu bagus juge! Setuju dah! Ntar kite cari telepon ortunye, kite
minte tebusan, 3 milyar!”. Mereka pun bermain kartu dan menyalakan kaset
yang bersuara orang menangis, tertawa, seperti kata Nena!. Raza pun
bangun dari pingsan, dan kaget karena mulutnya dilakban! Raza langsung
menyenggol Lili. Lili langsung bangun juga.
“ Mmmh... mmhmm...?(Raza, kenapa mulut kita dilakban?)” kata Lili.
“ Mmhm..mm...mmm...!(Aduuuh... lapar! Mana susah ngambil coklatnya!)” kata Raza. Kalau ngomong tapi mulutnya dilakban, pasti nggak bakal nyambung, atuh...
“ Aha! Aku punya ide! Aku akan cari paku!” pikir Raza. Ia langsung
meyapu pandangan, lalu ia menemukan paku yang tertancap ditembok. Raza
pun berdiri, Lili mengikuti. Mereka berjalan ke arah paku, tali yang
mengikat mereka digesek-gesek pada paku, lalu talinya terputus! Langsung
mereka melepas lakban yang menutupi mulut mereka.
“ Eh Lili, aku tahu mereka siapa, mereka itu yang jadi satpam dikomplek saudaraku tinggal” kata Raza.
“ Ooo... yang kata kamu satpam Jo sama Jack itu, ternyata mereka jahat,
ya”. Baru saja Lili selesai bicara, tiba-tiba ada suara pintu didobrak!
“ JANGAN BERGERAK! ANDA SUDAH KAMI KEPUNG! ANGKAT TANGAN KALIAN DI ATAS
KEPALA!” seru polisi dengan megaphone. Penculik-penculik itu langsung
mengangkat tangan di atas kepala. Pak RT, Debi, orangtua Raza dan Lili,
dan teman-teman langsung masuk dan membawa Raza dan Lili keluar.
“ Terima kasih, pak RT, udah manggil polisi” ucap Raza.
“ Jangan terima kasih ke bapak, terima kasih ke Debi, dia yang ngelaporin” jawab pak RT.
“ Makasih ya Deb, kamu pemberani banget!” puji Lili.
“ Iya, makasih banget ya, kalau nggak ada kamu kita bakalan mati, makasih ya!” kata Raza.
“ Iya, sama-sama, aku juga makasih sama kalian, udah buat aku jadi pemberani” kata Debi.
“ Kamu berani bukan karena kita, melainkan dari diri kamu sendiri, kamu benar-benar pemberani!” kata Raza.
“ Waaah... si penakut sekarang jadi si pemberani! Debi jadi pahlawan,
Debi is superhero!” seru Kaka. Mulai sekarang, tidak ada lagi yang
takut lewat rumah nenek Dina, karena misteri rumah nenek Dina sudah
terkuak.
Cimahi, 23 Agustus 2009
( Rizka Rahmania Yusuf Kelas 8 / 2011-2012)
0 komentar:
Posting Komentar